Jessica Mirabel Wang
Kubuka mataku karena silau sinar matahari yang masuk dari celah
jendela kamar, kusiapkan diriku untuk tantangan kehidupan selanjutnya. Lantas
ingin meninggalkan rumah, sepintas terlihat kotak pos terisi amplop yang
berkilau seakan isinya tak sabar keluar. Ragu untuk membukanya, namun amplop
itu sangat membuat diriku penasaran berat.
Ku dudukan diriku di teras rumah dan mulai melepas ikatan amplop berkilau itu, tak kusangka kekasihku yang memberinya. Sekarang aku mengerti mengapa aku tak melihat senja akhir akhir ini. Ternyata oh ternyata kekasihku meminjamnya dari langit untukku. Bukankah ini gila dan aneh?
Saat aku ingin menelfonnya menanyakan apa yang sedang terjadi, kulihat secarik kertas terpampang pada amplop yang baru ku buka. Lagi lagi bumi meyakinkanku untuk segera membuka nya. Kuhabiskan isi surat itu bahkan hingga kalimat akhir, namun aku sangat muak dengan apa yang kekasihku lakukan apalagi isi surat itu.
Tak basa basi lagi, kutancap gas mengunjungi pekarangan rumahnya. Saat jari lentikku ingin membunyikan bel, Vantae memutar gagang pintu dan menampakkan dirinya dihadapanku.
“Apa yang sedang terjadi? Mengapa wajahmu kehilangan keindahannya? Apa karna potongan senja dan surat bodohmu ini?” kataku meletup letup melihat kondisinya
“Hey Alina yang manis, termanis, dan paling manis. Apa kau menyukai perbuatanku dan hadiahku?” jawabnya dengan penuh harapan
“Alina tau betul, Vantae mengagumi Alina dan mencintai Alina tapi bukan seperti ini bentuk cinta. Jangan melakukan hal bodoh hanya demi cinta, bukan kebahagiaan yang akan datang melainkan kesakitan yang mendalam. Ibaratnya kau melewati banyak badai dan rintangan untuk mencapai laut namun kenyataanya laut itu hanya mitos dan yang
tersisa hanya penyesalan bukan?”
“Bukannya mencari pekerjaan untuk mewujudkan mimpi indah yang penuh warna tetapi kau justru berurusan dengan polisi bahkan meminjam senja hanya untukku. Langit pun muak melihat perbuatan mu yang sangat merugikan dirimu dan juga alam.” Kataku meninggalkannya sendiri
Sejujurnya hatiku mengatakan untuk memberinya kesempatan kedua namun pikiranku mengatakan dia sudah keterlaluan dalam mengambil tindakan, sungguh kekanak-kanakan sikapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar