Clara Allena Zalika Soeprapto
Aku terdiam, hanya duduk di kamar sambil menatap pepohonan yang
terguyur hujan. Aku memikirkan banyak hal, bahkan sampai membuatku pusing. Akan
tetapi hujan ini berhasil membuatku tenang. Ah, jika saja hujan itu manusia
pasti sudah kujadikan teman agar bisa membuatku tenang dan tersenyum.
Seperti biasa, aku pergi ke sekolah karena aku adalah seorang murid. Ketika aku datang, sekolah masih sangat sepi. Aku melangkahkan kakiku menuju kelasku sambil berpikir, pasti seru jika hanya beberapa anak yang datang ke sekolah hari ini, mungkin aku juga tidak akan merasa sedih seperti hari-hari sebelumnya.
Benar dugaan ku, hari ini aku lagi-lagi mendapat banyak tolakan dari teman-temanku. Alasan mereka juga tetap sama seperti hari-hari sebelumnya, sangat tidak kreatif bukan?
“Aku sudah sangat lapar, maaf aku tidak bisa”
“Nanti waktu istirahat habis dan aku tidak bisa makan”
“Maaf aku lupa, aku buru-buru”
“Tidak bisa, dia mengajakku pergi”
Begitulah kira-kira alasan mereka, alasan yang selalu mereka gunakan setiap harinya. Kalau saja sahabatku ada di sekolah ini, aku tidak akan kesepian dan mungkin senyumku bisa terlihat setiap harinya. Bukannya tak punya sahabat, namun aku belum menemukan teman yang sesuai untuk menjadi sahabatku disini. Memang terlalu banyak drama.
Aku tak tahu seberapa besar dunia ini, namun mengapa duniaku terasa sangat kecil? Bahkan orang tuaku pun tidak mengizinkan ku keluar dari zona nyamanku, seakan aku adalah sebuah paket yang harus terisolasi di dalam kardus dan tidak boleh lecet. Mungkin sebesar itu duniaku sekarang, sebesar sebuah kardus yang bahkan hampir semua orang bisa mengangkatnya.
Sejak kecil, aku merasa kesepian. Aku menyimpan semua cerita dan rasa sedihku sendiri. Aku menceritakan semuanya kepada diriku sendiri, seakan organ-organ tubuhku bisa mendengar ceritaku. Tak jarang aku merasakan rasa sakit yang aneh di tubuhku, mungkin organku sudah merasa lelah dengan semua ceritaku yang terlalu rumit itu. Aku sendiri juga lelah, ingin rasanya mengatakan semuanya kepada teman-temanku. Ingin rasanya mengaku bahwa aku sering merasa tidak dianggap seakan aku tidak ada disamping mereka, namun apa yang terjadi? Mulutku bungkam, seperti ada yang melarang ku untuk mengatakan semua itu.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai bosan. Bosan rasanya hanya bercerita kepada diri sendiri selama bertahun-tahun. Aku memutuskan untuk menceritakan semuanya pada kakakku yang sudah seperti ibuku sendiri. Aku menceritakan semua masalah yang kuingat dipikiran ku. Kupikir aku akan merasa lega, namun mengapa jadi merasa aneh?
Seperti ada yang hilang dari diriku.
Setiap harinya terasa kosong, aku tak tahu apa sebenarnya yang hilang dariku. Rasanya aku telah kehilangan banyak hal. Ternyata sebodoh itu aku, sulit untuk peka pada keadaan bahkan tidak menyadari bahwa ada yang masih setia denganku, lucu sekali.
Setelah sekian lama, akhirnya kutemukan kau. Kau yang selalu ada denganku, yang bisa membuatku merasa kehilangan saat aku menceritakanmu pada orang lain. Tentu saja, aku menemukan teman baru, dia adalah kesedihanku yang selalu bersamaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar