Sabtu,
25 April 2015 guru-guru bahasa Indonesia SMP, SMA, dan SMK di Kota Mojokerto
mengikuti Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang digelar oleh Balai
Bahasa Jawa Timur. UKBI tersebut terselenggara berkat kerja sama antara Balai
Bahasa Jawa Timur dengan Dinas Pendidikan Kota Mojokerto dan MGMP Bahasa
Indonesia SMP, SMA, dan SMK Kota Mojokerto.
Dalam
sosialisasi sebelum pelaksanaan UKBI tersebut, Amir Mahmud, Ketua Balai Bahasa
Jawa Timur mengemukakan bahwa UKBI ini dilaksanakan berdasarkan pada Peraturan
Pemerintah RI No. 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan
Perlindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia.
Masih
menurut Amir Mahmud, kalau orang Indonesia akan kuliah atau bekerja di luar
negeri, mereka harus mengikuti TOEFL (Test
of English as a Foreign Language) terlebih dulu, mengapa orang asing yang
akan bekerja dan kulian di Indonesia bebas masuk ke negara kita tanpa saringan.
Terlebih lagi memasuki ASEAN Economic
Community sekarang ini, persaingan barang dan jasa antarnegara semakin
ketat. Apabila kita tidak menyaring secara ketat barang dan jasa yang akan
masuk ke Indonesia, sudah pasti kita akan kalah saing. “Jangan-jangan nantinya
akan banyak orang jualan sate dan jual cendol yang berasal dari luar negeri,”
tambahnya.
Dalam
pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.57 tersebut dinyatakan bahwa warga negara
asing yang bekerja dan/atau mengikuti pendidikan di Indonesia atau akan menjadi
warga negara Indonesia harus memiliki kemampuan berbahasa Indonesia sesuai
standar kemahiran berbahasa Indonesia yang dipersyaratkan. Ini akan terlaksana
jika ada kerja sama antara Departemen Tenaga Kerja, pihak imigrasi, dan
instansi yang mempekerjakan tenaga asing tersebut.
Di
dalam menerima tenaga kerja, Departemen Tenaga Kerja dan perusahaan pengguna
tenaga kerja harus memprioritaskan penerimaan tenaga kerja Indonesia terlebih
dahulu dibanding tenaga kerja asing. Tentu saja dengan tidak mengabaikan faktor
profesionalitas. Ketika tenaga kerja
Indonesia tidak ada yang memenuhi syarat, barulah kita menerima tenaga
kerja asing dengan persyaratan yang ketat, termasuk di dalamnya tes UKBI.
Di
dalam dunia pendidikan pun seharusnya seperti itu. Untuk menerima guru dari
luar negeri kita juga harus selektif. Jangan sampai pihak sekolah dengan
gegabah serta merta menerima tenaga kerja asing untuk menjadi guru. Jika tidak
selektif, bisa-bisa tenaga kerja asing yang bervisa wisata bisa direkrut
menjadi tenaga pengajar. Ujung-ujungnya akan bermasalah dengan pihak imigrasi.
Jadi, jangan asal terlihat bule.
Selain
itu, masalah lain yang sering muncul terkait tenaga kerja asing adalah masalah
budaya. Tenaga kerja asing, dalam dunia pendidikan khususnya, harus bisa
menyesuaikan diri dengan budaya Indonesia. Jangan sampai muncul tenaga kerja
asing yang menjadi guru di sekolah tetapi kurang sopan dalam berbusana. Tentu
yang seperti itu justru akan memberi pengaruh buruk kepada para siswa dan hal
itu tidak kita harapkan.
Dengan
diberlakukannya UKBI bagi tenaga kerja asing yang akan menjadi pengajar di
Indonesia, tentu ini merupakan penyaring agar tenaga kerja asing tidak terlalu
mudah masuk ke Indonesia. Di sisi lain ini adalah bentuk perlindungan bagi para
calon guru Indonesia yang akan masuk ke dunia pendidikan.
Kalau
kita menuntut para tenaga kerja asing dengan kriteria yang tinggi, bukan
berarti kita boleh santai-santai. Kita pun harus memberlakukan standar yang
tinggi untuk para pendidik kita. Kalau orang luar harus ikut UKBI, kita pun
harus ikut juga. Muara dari semua itu adalah agar kualitas dunia pendidikan
kita tetap terjaga. Hanya orang-orang yang berkualitas yang bisa masuk sebagai
pengajar.
Persaingan
dalam hal kualitas tenaga kerja tersebut seharusnya tidak hanya terjadi di
dalam negeri. Kita harusnya juga berusaha melakukan ekspansi untuk bekerja di
luar negeri dalam posisi-posisi yang bergengsi, bukan hanya di sektor non-formal,
sebagai pekerja rumah tangga.
Kembali
ke masalah UKBI tadi, saat akan mengikuti UKBI tersebut, saya sebenarnya sangat
penasaran ingin segera mengetahui model soalnya. Sebagai guru bahasa Indonesia,
seolah ada tuntutan tersembunyi yang berlaku bahwa nilai harus bagus. Tentu
akan memalukan jika orang Indonesia, sebagai guru bahasa Indonesia, tetapi
nilai UKBI rendah. Dengan kata lain, para guru bahasa Indonesia ini mempunyai
beban lebih ketika mereka akan mengerjakan UKBI.
Dari
pengalaman saya mengikuti UKBI tersebut, barangkali hanya di bagian Merespon
Kaidah, para guru bahasa Indonesia akan lebih unggul dibanding yang lain. Kalau
untuk seksi mendengarkan dan membaca, tentu semua orang, tidak hanya guru
bahasa Indonesia, memiliki peluang yang sama.
Sebagai
sebuah alat ukur kemahiran berbahasa yang diterapkan untuk berbagai bidang dan
profesi, UKBI ini tentu sangat baik. Akan tetapi, kalau UKBI tersebut digunakan
untuk mengukur kemampuan siswa yang dikaitkan dengan kompetensi dasar yang
harus dikuasai berdasarkan kurikulum, tentu tes tersebut harus disesuaikan
dengan standar isi yang terdapat dalam kurikulum sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar